Rabu, 28 Oktober 2015

# Jalan-Jalan

Tuhan dan Beringin Kembar

Update blog kali ini saya kepikiran tentang suatu hal saat tugas dinas sekaligus jalan-jalan di Jogja bulan Juli 2015.

Sore itu, usai menyelesaikan beberapa tugas kantor, saya dan tiga orang teman jalan-jalan ke Malioboro. Kali ini yang namanya jalan-jalan betul-betul 'jalan-jalan'. Jalan dari hotel sampai sepanjang Malioboro di bulan ramdhan menjelang buka puasa, cakep deh. Antara ngabuburit, kebelet buka, dan aus. Berhubung ketiga orang teman saya itu laki-laki semua jadi secara stamina sepertinya kami bebeda. saya itu biarpun tahan lama belanja berjam-jam tapi gak tahan kalo jalan kaki ga ngapa-ngapain biarpun cuma setengah jam aja. :))
Kita buka puasa seadanya. Yang kliat mata kita samperin dan kita makan. Niatnya makan bakmi deket alun-alun, jadi buka puasa juga cuma buat batalin puasa aja.

Selesai makan, kita pergi main ke alun-alun, Saya gak tau itu alun-alun selatan atau utara. Maklum, walaupun katanya orang jawa pintar membaca arah mata angin, hal itu tidak berlaku buat saya. :D Saya cuma bisa bedain mana kanan mana kiri. :)) Yang jelas saat itu, kami pergi ke alun-alun yang ada pohon beringin kembarnya.

Salah seorang teman bercerita, konon katanya kalau bisa melewati celah di antara dua pohon beringin kembar tersebut itu tandanya hati kita bersih dan tulus. Dari mitos itu lah, gak heran kalau malam itu saya lihat banyak orang yang berusaha melewatinya. hal ini sebenarnya bikin saya heran, lah kok jadi baik dan tulus pake harus dibuktikan macam itu?? Apa ya ga itu namanya show off alias pamer?? Kan pembuktian baik dan tulus bisa saja langsung diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari tanpa berusaha diketahui banyak orang.

Salah seorang teman mengawali permainan ini, konon katanya disebut Masangin (Masuk di antara dua pohon beringin). Ia menutup matanya dengan kain sebelum mulai melangkah. Saya ingin menahan tawa tapi susah ketika saya lihat teman saya cuma berputar-putar saja meskipun sudah dicobanya berkali-kali. Tiba-tiba terbesit dalam pikiran saya begini "hush..gak boleh ngetawain, jangan-jangan kamu lebih berputar-putar dari dia! Dosamu kan banyak!!"

Capek berputar-putar, kain penutup mata pun dipinjamkan ke teman yang lain, dan selanjutnya---yang terakhir mencoba adalah saya. Sebenarnya saya gak mau coba, karena takut permainan macam ini jatuhnya musyrik tapi akhirnya penasaran juga. Saya pun mencobanya dengan membenarkan niat lebih dulu. "Tidak ada Tuhan selain Allah. Dan hamba hanya menyembah kepadaMU. Ini tidak lebih dari permainan, yang apabila hamba tak mampu melewatinya hamba jadikan bahan renungan untuk memperbaiki diri. Dan apabila hamba mampu melewatinya, sungguh hamba bukan lah siapa-siapa. KuasaMU jauh lebih besar dari apapun siapapun."

Dengan langkah hati-hati dan mata tertutup kain, saya melangkah perlahan. Dalam hati dan pikiran, terus saya dengungkan kurang lebih begini  "Allah Maha Besar. Tak ada yang mampu menandingi kuasaMU. Hamba bukan siapa-siapa, Hamba bukan apa-apa. Tolong lah hamba." Semakin saya melangkah, semakin saya merasakan aura yang tidak biasa.  seperti gelap yang mencekat. seperti banyak makhluk tak terlihat yang sedang melihat. Serentak saya menghentikan kedua kaki yang masih melangkah dan segera membuka kain penutup mata. Saya balik badan dan ingin segera lari menghampiri teman-teman saya karena takut, tapi ternyata mereka persis di belakang saya, mengikuti. Salah seorang dari mereka bertanya, "kenapa berhenti, mbak? liat tuh, nanggung loh!" Saya kembali melihat ke depan, ya betul nanggung! Posisi saya sudah sangat dekat di antara pohon beringin kembar. Saya bilang, "serem, takut ah. masa tadi auranya berasa banget gitu, gelap kaya mencekat" dan mereka pun tertawa. Cuma salah satu dari mereka yang menyahut, "Emang gitu mba... Di situ justru tantangannya!"

Oke, saya beranikan diri memcoba lagi. Kali ini saya minta dua teman saya berdiri di kanan-kiri saya untuk saya pegangi pundaknya supaya saya gak merasa seolah sedang sendirian dihisap energi hitam. Saya sudah pesan ke mereka, supaya mengikuti langkah saya. Saya akan pelan-pelan sekali melangkah supaya benar-benar mereka yang mengikuti langkah saya dan bukan sebaliknya---saya mengikuti langkah mereka. Mata saya tutupi lagi dengan kain hitam yang tadi dipakai. Dengan diawali basmallah saya melangkah kembali dari jarak awal---jarak yang lebih jauh dari saat saya berhenti karena takut.

Di dalam hati, saya terus komat kamit baca doa. saya pun terus mendengungkan, "hanya kepadaMU hamba menyembah Ya Allah Ya Tuhanku. Hamba bukan siapa-siapa. hamba bukan apa-apa. Tidak ada yang menandingi kuasa dan kekuasanMu. Tolonglah hamba." Saya biarkan kaki saya melangkah tanpa berpikir harus geser kanan atau kiri, yang saya pikirkan adalah kalimat yang saya dengungkan itu. Sampai akhirnya di suatu titik saya merasa berjalan terlalu ke kiri, sehingga saya pun bergeser ke kanan untuk menyeimbangkan. *pikir saya saat itu

"Mbak, udah mbak" Merasa diberi tahu demikian saya pun berhenti dan membuka kain penutup mata. Saya kaget ketika menyadari saya berdiri dekat dengan pohon beringin sebelah kanan. "Yah, aku gagal ya??! Yasudahlah.." Lalu, teman saya menyahut, "Kok gagal?? Kamu udah berhasil nglewatin kok mbak, coba tuh liat. Tapi jalanmu gak lurus ke depan. Waktu kamu udah ngepas di tengah kamu malah geser ke kanan. Kamu berhasil nglewatin tapi jalannya agak mengarah ke kanan"

*rute seharusnya tergambar dengan tinta hitam (lurus ke depan) *yg saya lewati tergambar dg tinta kuning (lurus ke depan kemudian ke kanan sampai di titik abu-abu)

Saya noleh ke belakang. Betul, ternyata saya sudah berhasil melewati antara pohon beringin kembar, hanya saja meliuk ke kanan gak lurus ke depan. Makjleb rasanya. Kenapa???
1. Pertama, sudah betul saya menyerahkan diri pada Allah SWT meminta pertolongannya tetapi kenapa kemudian saya berpikir terlalu ke kiri??? Padahal mata saya kan ditutup, artinya penyerahan saya sama pertolongan Allah gak total.
2. Kedua, rasanya sayang sudah berhasil melewati pohon beringin kembar tapi ternyata meliuk ke kanan. Hal kedua ini menunjukan niat saya yang belum benar-benar lurus. Seolah saya ingin membuktikan diri saya baik, padahal pembuktian semacam itu cukuplah kepada Tuhan saja.
3. Ketiga, kalaupun saya orang baik dan tulus karena berhasil melewati antara dua pohon kembar, artinya masih banyak yang harus saya benahi dari diri saya karena mungkin saja saya gak baik-baik amat dan gak tulus-tulus amat. Buktinya, nglewatin bringin kembarnya gak lurus berjalan ke depan tapi mbelok ke kanan.

Permainan ini membuat saya sadar bahwa apapun yang nampak tak mungkin, adalah mungkin bagi Tuhan. Cukuplah kita pada pertolonganNYA saja. Pengetahuan dan kesombongan manusia bisa membawa pada kegagalan dan kesesatan yang kasat maupun tak kasat mata. :)

1 komentar:

  1. Waaahhhh pengalaman mendalam dan menarik tuuh mba, jd penasaran jg aku..hehehee

    BalasHapus