Senin, 21 April 2014

# Curhat

Tak Sekedar Memberi. Tak Sekedar Membantu



Pagi ini saya teringat tugas Penulisan Populer yang dulu saya buat. Saya ditugaskan membuat cerpen mengenai hal apapun yang dapat menyentuh dan mengispirasi banyak orang. Dan cerpen saya kala itu berjudul "Tak Sekedar Memberi". Mengenai seorang pemuda yang mudah sekali kehilangan uangnya untuk sesuatu yang tak jelas. Sampai akhirnya dia menerapkan bisikan hatinya untuk bersedekah, berharap uangnya tidak akan hilang lagi. Betapa kecewa dan kesalnya dia, karena meski dia terus memberi tetapi uangnya masih saja hilang. Suatu hari dia lelah memikirkan uangnya yang terus hilang. Dia pun mulai masa bodoh. Dan dia terus memberi. Kali ini dia memberi tanpa harapan apapun untuknya. Dia memberi dan terus memberi. Terkadang dia merasa iba. Terkadang dia ingin orang-orang yang diberinya sedikit uang, dibantu oleh Tuhan agar hidup mereka lebih baik. Dan yang terjadi adalah hidup sang pemuda itu yang lebih baik. Uangnya tak pernah hilang lagi, sedikitpun bahkan bertambah. Pesan moralnya adalah kita mungkin bisa memberi sebanyak apapun itu selagi kita mampu, tetapi tanpa ketulusan pemberian hanya sekedar pemberian, bantuan hanya sekedar bantuan. Mungkin itu menolong untuk sesaat bagi mereka yang membutuhkan. Namun tanpa ketulusan, pemberian kita tak akan bermakna apapun bagi hidup kita kecuali dua hal, kesombongan dan ketidakpuasan.




Pagi ini saya diingatkan oleh cerita pendek yang saya buat sendiri itu namun kali ini dari sisi yang berbeda walaupun tetap saja sebuah pertolongan harusnya dilakukan dengan tulus.

Kadang kita menolong seseorang karena kita pikir mereka kesusahan lalu munculah rasa iba. Lalu, bagaimana bila yang membutuhkan bantuan tidak membuat kita berpikir bahwa mereka tengah kesulitan? Saya rasa, disitu lah pentingnya kebersamaan. Dengan bersama, berharap segala kesulitan menjadi lebih ringan. Berbagi suka dan duka bersama dan tidak ada yang merasa sendirian. 

Tapi ada saja kala dimana saat bersama justru kita merasa sendirian. Itulah saat dimana sebuah kebersamaan harusnya membantu, tetapi terkadang pun tidak. Kita justru asik sendiri. Masing-masing dengan dirinya. Berpikir dia baik baik saja dan aku baik-baik saja, mereka pun baik-baik saja. Dan kita berjalan bersama tetapi seperti berjalan sendiri. Tak saling meringankan, tak saling membantu. Ego. Padahal kebersamaan harusnya menimbulkan ketulusan dan rasa peduli. Dan begitulah hidup, nyatanya harus dijalani.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar